Jumat, Januari 30, 2009

falling water.... keajaiban sebuah kesederhanaan




Bagi para arsitek di seluruh dunia, Falling Water merupakan sebuah kitab yang menjadi referensi bagi perkembangan jagad arsitektur modern.
Berada di tengah kawasan hutan Mill Run, Pennsylvania, Amerika, yang sangat jauh dari hiruk pikuk kota (6 jam berkendaraan dari Philadelphia), Falling Water mampu menjadi daya tarik wisata yang luar biasa.
Frank Lloyd Wright, adalah sang arsitek fenomenal yang telah menghadirkan karya spektakuler rumah peristirahatan bagi keluarga Edgar J. Kaufmann, pemilik sebuah Department Store dari Pittsburg, pada tahun 1935-1939. Sejak tahun 1963, Falling Water beserta seluruh isinya oleh keluarga Kaufmann Jr. diserahkan kepada Western Pennsylvania Conservacy untuk dijadikan museum sebagai penghargaan atas karya arsitektur F.L. Wright.
Memasuki kawasan museum Falling Water, kesan sederhana menyeruak sejak di pintu masuk utama yang hanya ditandai dengan sebuah tiang batu, berlanjut ke bangunan pengelola museum yang didominasi kayu , jalan setapak dan berujung pada Falling Water yang berdiri di bantaran sungai berbatu dengan sebuah air terjun kecil di depannya. Berdiri di hamparan hutan Oak dan Maple menjadi sebuah harmoni tersendiri antara bangunan dan alam.
Falling Water dibangun dengan konsep desain yang tidak lazim pada saat itu, dimana F.L. Wright (yang banyak dipengaruhi budaya Jepang) berusaha menghadirkan sebuah karya arsitektur dengan pendekatan konsep dekat dengan alam, sangat kontras dengan aliran arsitektur modern yang cenderung kontras dengan lingkungan.
Pemilihan lahan dan bahan bangunan secara apik menyiratkan kesederhanaan dan penghargaan terhadap alam sekitar. Bahan bangunan (finishing) diambil dari quarry di sekitar lokasi dengan eksplotasi yang bijak. Pemilihan struktur yang didominasi sistem cantilever (overhang) berbahan utama beton bertulang secara sepintas tampak biasa saja, namun kalau dilihat lebih detail menunjukkan bahwa Falling Water dibangun dengan sistem struktur yang rumit dan sangat detail.
Masuk ke dalam bangunan, akan tampak tojolan bebatuan asli berukuran besar, yang menunjukkan bahwa bangunan didirikan sangat menyatu dengan alam dalam arti yang sebenarnya di mana sangat sedikit dari bebatuan tebing sungai yang dirubah struktur aslinya.
Banyaknya bukaan pada dinding dan atap juga menunjukkan konsep hemat energi (cahaya dan panas) yang sekarang ini menjadi isu global.
Berada di sebuah kawasan terpencil yang cenderung in the middle of nowhere, tidak membuat museum ini sepi pengunjung, apalagi setelah direnovasi dan masuk dalam salah satu bangunan cagar budaya oleh Commonwealth Treasure 2000.
Bagi sebagain besar arsitek di seluruh dunia, berkunjung ke Falling Water merupakan salah satu obsesi terbesar. Hasil pooling di kalangan American Institute of Architects menunjukkan bahwa Falling Water adalah “The Best all-time work American architecture”. Sementara itu National Geographic Traveler menetapkannya sebagai “Place of a Lifetime”.
Tidak heran jika Vincent Scully, seorang Professor Emeritus dari Yale University mengatakan : “Falling Water has always been rightly considered one of the complete masterpieces of twentieth-century art”.

(Philadelphia, November 2007, WAHYU SETYAWAN)

Tidak ada komentar: