Senin, Februari 09, 2009

lubang maut


Ini tentang sebuah lubang…..lubang di tengah jalan raya beraspal di kota Surabaya….tepatnya di depan sebuah kantor SAMSAT.
Lubang itu tidak terlalu besar……berdiameter 40 cm….10 cm dalamnya.
Saya berkali-kali menerjangnya…meski hampir setiap hari melewatinya….tapi selalu menciumnya juga.

Sekitar sebulan yang lalu….di pagi hari….seorang gadis bersepeda motor terjungkal saat menerabas lubang itu. Motornya terpelanting tak terkendali…demikian juga dengan si gadis. Dia terkapar shock berat. Di belakang gadis itu…seorang wanita professional muda…..tengah mengendarai sebuah sedan…..terkejut dan reflex membanting setirnya ke kanan….hingga mobilnya mencium pembatas jalur hijau….sampai as rodanya bengkok.
Di belakang mobil itu seorang mahasiswa cowok bersepeda motor …..juga tersentak….namun sial nya nggak bisa menghindar….motornya nabrak mobil sedan itu….sampe separuh bagian motornya masuk ke kolong sedan bagian belakang.
Nah…saya berada di belakang motor si cowok……juga gak kalah kaget….tapi reflex saya masih sempet nyamber…..ngerem mobil seketika…..kurang dari semeter dari itu motor si cowok.
Sontak jalan itu jadi riuh.

Ironis memang….sebuah lubang di tengah jalan raya tepat di depan sebuah instansi penarik pajak kendaraan bermotor (SAMSAT)……telah menelan korban dari sekian warga yg telah taat membayar pajak kendaraan bermotornya. Uang dari hasil pajak tersebut ternyata belum mampu menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pembayarnya. Bahkan untuk menambal lubang sekecil itu….harus menunggu jatuhnya korban.

Ini kejadian kesekalian kalinya yang saya lihat dengan mata kepala sendiri tragedi di tengah jalan raya.
Saya teringat kata-kata almarhum Mochtar Lubis…..salah satu tokoh besar jurnalistik negeri ini….dia bilang bahwa jumlah kecelakaan lalu-lintas di Indonesia setiap tahunnya jauh lebih besar dari korban perang kemerdekaan. Ini membuktikan bahwa kendaraan bermotor dan sarana pendukungnya belum menjadi alat transportasi yang sesungguhnya….namun lebih menjadi “mesin pembunuh” di jalan raya. Begitu kesimpulan beliau.

Lubang itu hanya setitik noda dari sekian ribu noda di jutaan kilometer jalan raya di negeri ini. Lubang-lubang sebanyak itu siap menelan mangsanya. Itulah jalan yang berlubang……bukan “lubang” yang berjalan. Yang satu menyakitkan….yang lainnya mengasyikkan.

Besoknya saya penasaran…….saya lewat jalan itu lagi pengen liat apa yg terjadi dengan lubang itu…..ternyata sudah tertutup…..tapi dengan TANAH LIAT….bukan dengan aspal.

Ooooooohhhhhh…………alangkah eloknya negeriku.
foto & teks oleh wahyu setyawan

Tidak ada komentar: